Kamis, 13 Agustus 2009

Sintaku (Part One)



Sinta, itu nama pacarku. Lima tahun sudah kami berhubungan, dan sejak awal pacaran,
hubungan kami selalu diwarnai dengan berbagai macam petualangan dalam usaha memuaskan
masing-masing. Teknik-teknik ini kami dapat dari internet, buku-buku, cerita teman,
ccs tentunya, atau kami buat sendiri. Kebetulan kami berasal dari keluarga besar,
karena itu jarang kami melakukannya di rumah, kecuali orang rumah lagi tak ada. Karena
aku dan dia kerja, biasanya kami bertemu setiap akhir pekan di sejumlah hotel di
Jakarta atau di luar Jakarta.

Sedikit tentang Sinta. Umurnya baru 26 tahun. Teman satu kampus, dua tahun di bawahku.
Terus terang, yang membuatku tergila-gila pada Sinta adalah tubuhnya. Apalagi ditambah
dengan parasnya yang cantik, bibir mungil, dan rambut sepunggung yang selalu dibiarkan
tergerai. Tubuh Sinta adalah jenis tubuh wanita yang kusuka. Tingginya cuma sekitar
170 cm, tubuhnya padat berisi, sedikit gemuk, dengan payudara yang jauh lebih besar
dari rata-rata cewek lainnya. (Aku tak pernah suka cewek-cewek model sekarang yang
kurus kering.)

Sinta sebetulnya anak yang sangat alim dan lugu. Masih ingat waktu pertama kali kucium
pipinya, mukanya merah padam. Aku tak perduli. Kulanjutkan dengan melumat habis
bibirnya yang mungil, ia tambah meronta-ronta. Apalagi waktu aku nekat meremas-remas
payudaranya. Seminggu aku tak diajaknya bicara. Tapi saat kami berbaikan kembali, ia
sudah berubah. Ia bahkan berani membalas lumatan bibirku meskipun masih terkesan
takut-takut. Tapi itu sementara saja. Seterusnya, ia bahkan jadi sangat agresif. Namun
satu hal yang membuatku kagum padanya. Aku tak pernah berhasil mengajaknya senggama.
Pusing juga, apalagi saat si junior ini sudah ngebet... Ia pernah bilang bahwa ia
akan memberikan apa saja, asal jangan yang satu itu. Awalnya, aku nggak kuat dan
selalu berusaha. Bahkan pernah nyaris ia kupaksa. Tapi si Junior jadi lemas kembali ,
setelah melihatnya menangis memohon dalam keadaan telanjang bulat di tindih tubuhku.
Tapi janji Sinta untuk memberikan apa saja, selain yang satu itu, benar-benar
ditepatinya. Ia jadi sangat liar dan saat bercanda aku sering menyebutnya gila! Tapi
ia cuma menjawab "Tapi suka, kan..?", dengan senyuman nakalnya yang menggoda.
Senyuman yang mampu membuat si junior bangkit tegak, karena si junior ini sudah tahu
apa makna senyuman itu... Seperti apa 'gila'nya Sinta dan juga hubungan kami? Akan
kuceritakan semuanya...

Sinta paling suka sekali ngomong jorok denganku. Tak jarang kami bisa menghabiskan
waktu berjam-jam dengan ngomong jorok di telepon. Apalagi kalau ia sedang tak bisa
tidur, ia suka menelponku tengah malam, dan mulai ngomong jorok sambil bermasturbasi.
Aku benar-benar dibuatnya horny berat. Apalagi kalau ia sudah mengeluarkan suara
erangannya itu, meski sambil berbisik. Takut ketahuan orang tuanya.

Suatu hari saat aku sedang sibuk rapat di kantor, Sinta tiba-tiba menelpon ke HP dari
kantornya. Terdengar suara seksi di HP ku...

"Mas, nyepong yuk...!!"

Cuma tiga kata yang langsung membuat mukaku merah padam. Aku ijin keluar ruang rapat
sebentar...

"Heh, gila! Aku lagi rapat nih...", kataku setengah berbisik...

"Ya udah... Rapat aja sana... Eh, tau nggak... hari ini aku kan pakai celana dalammu,
mas... Itu yang bekas kemarin... Gile, baru pake celana dalamnya saja, aku udah
basah... Gimana kalo ketemu isinya... emmhhh... enak kali ya di isep. Ayo dooong
mas.... Aku udah ijin nih sama orang rumah, mau nginap di rumah Lela. Kita kemana
kek...! Mas aku lagi mau nih... aahhhhh uuhhh... emmhhhh", ia mengerang seenaknya..

"Gila, heh... kedengaran orang di sana lho...", aku tambah panik.. Si junior mulai
bangun...

"Tenang... lagi nggak ada orang... Eh, tau nggak aku lagi ngapain sekarang. Aku
lagi... makan es krim. Hmmm... tau dooong.... -slurrrrpppp, suara eskrim di
isap-ahhhhhh !!", Suara bibirnya mengisap eskrim bercampur dengan suara desahannya
membuat aku tak tahan. Aku jadi membayangkan gayanya kalau lagi makan es. Lidahnya
berputar-putar di atas es yang dingin, lalu dimasukkan kembali ke dalam mulutnya.
Matanya terpejam... Sial...!!! Si junior bangun terus...

"Oke... oke... kita nginap di tempat biasa malam ini. Udah, aku rapat dulu, biar cepat
selesai...!!"

"Oke dehhhh!! Buruan... udah basah nih...!!! aaaahhhhh emmhh .......!!!"

Aku melanjutkan rapat, dengan gelisah. Celana ini tambah sempit karena si Junior tak
mau tidur. Malah kini ia mulai berdenyut-denyut.

Di tengah rapat, Sinta kembali menelpon ke HP. Semua orang menoleh ke arahku dengan
pandangan kesal.

"Hallooo.....!", aku berbisik sepelan mungkin. Suara si gila itu kembali terdengar...

"Jangan lupa bawa eskrim yah...!! Rasa Vanila..!!!"

"Oke.. Baik, pak... Segera...!", suaraku kubuat serius, seolah sedang menerima telepon
penting.

"Deeehhh.... salam buat si junior... Taruhan pasti lagi berdenyut-denyut.. Makanya
jangan lama-lama rapatnya... Kalau lagi denyut-denyut gitu, enak di isep lho, mas....
hahahahaha!!!!", KLIK! Telepon ditutup.

"Brengsek..!!!", tak sadar aku memaki. Seisi ruang rapat menoleh...

Sore itu kujemput Sinta di kantornya di Gedung BNI. Ia sudah menunggu di lobby dengan
blus biru tua dan rok mini selutut berwarna sama. Sinta langsung masuk ke mobil dan
berangkatlah kami ke salah satu hotel di kawasan Slipi. Sinta tersenyum memandangku.

"Gila kamu, Sin... Aku tadi lagi rapat sama si bandot itu, tau!". Suasana Jakarta
sore itu mulai gelap.

"Biarin...!!", katanya santai, sambil menoleh ke arah jok belakang, tempat kusimpan
satu kotak eskrim.

"Yaaah, mas.. kok rasa strawberry... aku kan minta Vanilla!!", Sinta memegang tempat
eskrim itu sambil cemberut.

"Nggak ada, sayaaang!! Habis..!", aku menenangkannya. Ini anak kalau sudah ngambek
pasti susah mendiamkannya lagi.

Sinta membuka sedikit tutup kotak itu, dan mencolek eskrim di dalamnya. Jarinya yang
sudah berlumuran es-krim dimasukkan ke mulut mungilnya. Matanya terpejam, mulutnya
mengeluarkan suara melenguh panjang... Jari itu dikeluarkannya lagi, lalu dimasukkan
lagi dalam mulutnya...

"Mmmhhhhh... Nggak apa-apa deh rasa strawberry, nanti juga aku bakal dapat
vanilanya... Iya nggak mas... !", ia melirik ke arahku, sambil menyilangkan kaki kanan
di atas kaki kirinya. Pahanya yang mulus itu terlihat jelas.

"Awas...!!!", Sinta tiba-tiba teriak. Aku hampir saja menabrak mobil jip di depan yang
berhenti karena lampu merah.

"Nggak sabar yah.... sabar dooong sayang... Nanti tante Sinta dikasih Vanila yang
banyak, yah...", Sinta menepuk-nepuk bagian depan celanaku. Kalau bisa teriak, si
junior pasti sudah berontak minta keluar. Sinta tertawa terbahak-bahak melihat mukaku.
Kesal karena ulah mobil di depan, kesal karena jalan macet berat. Padahal hotel itu
sudah nampak di hadapan. Es krim di pangkuan Sinta tambah menggoda.

Kukunci kamar hotel dan melangkah ke dalam. Sinta sudah tergolek di atas tempat tidur.
Blazernya sudah dibuka dan ia cuma mengenakan baju dalaman tipis berwarna biru muda.
Rok selututnya tersingkap hingga nampak celana dalamnya. Benar saja. Ia mengenakan
celana dalamku yang waktu aku mau tugas ke Bandung sempat dimintanya. Katanya untuk
obat kangen. Padahal aku cuma pergi seminggu. Dasar Gila, hehehe!

Kutindih badan Sinta. Ia kaget, tapi langsung menyesuaikan diri. Ia langsung memelukku
erat. Erat sekali. Maklum sudah seminggu tak bertemu karena kutinggal tugas ke
Bandung. Kami berguling-guling, berciuman sepuasnya. Saat aku menggapai ke gundukan di
selangkangannya, ia memegang tanganku.

"Aku duluaaannnn. Pokoknya mas tidur aja di situ. ", ia merajuk.

Sinta bangkit dari tempat tidur. Ia lalu mulai melepas satu-satu pakaianku, sampai aku
telanjang bulat. Setelah itu, gantian ia melepas baju, rok dan behanya, dan tinggal
mengenakan celana dalam hitam milikku. Payudaranya besar tapi tetap tegak. Putingnya
berwarna kemerahan menantang...
Sinta meraih kotak es krim dari dalam tas plastik dan meletakannya di samping tempat
tidur. Kontolku benar-benar berdiri setegak-tegaknya, karena sudah hapal benar apa
yang akan terjadi berikutnya.

Tangan kiri Sinta meremas-remas kontolku, sementara tangan kanannya mulai meraup
eskrim di kotak yang mulai cair itu. Ia lalu melumuri si junior -itu panggilan sayang
buat kontolku darinya-dengan eskrim strawberry yang kubeli tadi. Dingin rasanya. Aku
cuma bisa menggelinjang kedinginan, tapi si junior tetap tegak. Mulai dari kepala
sampai pangkalnya, kini tertutup es krim. Dinginnn...!!!

Sinta lantas mulai menjilati eskrim di kontolku, dimulai dari bagian pangkal.
Sebentar-sebentar matanya terpejam menikmati. Mulutnya mulai mengeluarkan
desahan-desahan. Rasanya luar biasa, saat lidah Sinta menyentuh bagian-bagian
kontolku. Saat sudah sampai di bagian kepala, sinta tersenyum sejenak. Bibirnya sudah
berlepotan eskrim.

"Sekarang, kita cari Vanilanya ya, Junior...", Sinta melirik ke arahku dengan
nakalnya. Tangannya mengelus-elus batang kontolku.

Tiba-tiba, kontolku dimasukkan semua ke dalam mulutnya, hingga hampir mencapai bagian
pangkal, lalu dikeluarkan lagi, dan ia mengulum bagian kepala kontolku, sebelum
akhirnya bibir itu kembali menelan kontolku. Terus berulang-ulang. Rasanya...
alamak...!!! Tanganku mulai memegang kepala Sinta, dan menekan kepalanya ke bagian
kontolku.
"Apaan sih.. orang lagi asik, juga...!!", Sinta lalu bangkit dan melepas celana dalam
yang dipakainya. Kini ia telanjang bulat. Ia lantas duduk di atas dadaku dengan
menghadap ke arah kaki. Kurasakan ada cairan yang membasahi saat vaginanya menyentuh
dadaku. Ia lalu rebah dan kembali mengisap kontolku. Vagina yang basah itu kini tepat
berada di depan mukaku. Langsung kujilati. Tubuhku terasa tegang. Demikian pula dengan
Sinta karena aku terus menerus menjilati vaginanya. Justru jilatan itu bisa mengatur
ritme isapan Sinta pada kontolku. Semakin kujilat, semakin ia mengisap dan menelan
dengan kencang. Jari telunjuk kanannya kini mulai dimasukkan ke dalam anusku,
perlahan-lahan hingga mentok lalu diiigoyang-goyangkannya.

**Pembaca, Mungkin ada yang ingin mencoba. Sinta punya trik sendiri dalam mengisap
kontolku. Caranya, ia memasukkan kontolku sedalam-dalamnya ke dalam mulutnya
seolah-olah berusaha untuk menelannya. Akibat gerakan menelan itu kepala kontolku
serasa dipijat-pijat oleh bagian dalam mulutnya yang lembut. Rasanya luar biasanya.
Apalagi kalau dibarengi dengan isapan yang kencang. Memang ini harus dibiasakan,
karena saat pertama melakukan ini, Sintaku sempat nyaris muntah karena bagian kontolku
yang menyentuh anak tekaknya. Tapi lama-lama ia terbiasa.. Mengenai jari telunjuk yang
dimasukkan ke dalam anus, kalau tak terbiasa jangan. Bisa jijik. Tapi berdasarkan apa
yang pernah kami baca, bagian anus itu juga mengandung banyak syaraf rangsangan. Dan
terbukti, rasanya sangat nikmat **

Tubuh kami sudah berlumuran keringat. Aku sudah hampir sampai. Rasanya spermaku sudah
ada di ujung kontol. Rasa nikmat itu mulai meningkat, bertambah dan terus bertambah.
Tiba-tiba, Sinta meremas keras kontolku dengan tangan kirinya, sementara jari telunjuk
kanannya yang tadi masuk ke dalam anusku dikeluarkan lalu ia memijat-mijat bagian
bawah yang terletak antara kontol dan lubang anusku. Rasanya luar biasa. Kontolku
terasa tegang dan kaku, bagian kepalanya membesar dan memerah, dan jalannya sperma
jadi terhambat. Kenikmatan yang kurasakan semakin lama. Sinta terus meremas dan
memijat bagian itu beberapa lama, sampai akhirnya aku tak tahan lagi. Karena kalau
kelamaan, justru akan terasa sakit.

"Udah, Sin.... biar dia keluar... ayooohhh... ahhhggggghhhh...!", suaraku tercekat...

"Tinggal bilang mas... tinggal bilang...!!!", kata Sinta dengan nafas yang juga
terengah-engah.

Sinta memasukan kontolku ke mulutnya dan mulai mengisap lagi sekencang-kencangnya.
Suara kecipak-kecipuk dari air liur Sinta tambah membuat nafsuku memuncak.

"Sekarang, Sin.. pekarang... please... let me go....pleaseeee.....!!!!!!!!!",
kenikmatan itu sudah tak tertahan lagi. Tubuhku menegang. Perut mengeras, mukaku merah.

Sambil mulutnya masih mengisap kontolku, tiba-tiba Sinta melepas pijatan tangan
kanannya tadi. Dan beberapa detik kemudian aku sudah melayang jauh. Perjalanan
spermaku menelusuri saluran di dalam batang kontol menuju keluar itu cuma beberapa
detik, tapi rasanya sangat amat luar biasa. Saat sperma itu mendesak-desak keluar,
terasa ada kenikmatan yang juga mendesak ingin keluar.

Akhirnya sampai juga rombongan sperma itu keluar. Seperti air bah, ia berebutan
meledak keluar. Sinta sudah menanti di luar. Mulutnya masih mengisap kontolku.

"Ahhhhhgggggg!!!!!!!!!!!!", aku berteriak. Nikmatnya terasa sampai ke otak. Pada saat
yang bersamaan, mulut Sinta menerima lonjakan spermaku. Ia sempat kewalahan karena
jumlah sperma yang banyak yang harus ditelannya. Beberapa diantara sperma-sperma itu
berceceran keluar dari sisi bibir mungil Sinta yang masih bertahan mengisap kontolku.
Ia terus menelan dan menelan.

Seluruh tubuhku serasa dikuras habis saat rombongan sperma yang terakhir menyemprot
keluar. Sesekali tubuhku masih menggelinjang karena ada sisa-sisa sperma yang keluar,
sementara Sinta mulai menjilati ceceran sperma di batang kontolku dan juga di jarinya.
Geli rasanya saat ia juga menjilati bagian kepala kontolku yang juga masih belepotan
sperma.

Setelah puas, Sinta lalu berbalik dan menghampiriku. Rambut panjangnya berantakan,
mukanya penuh keringat dan ada beberapa bekas sperma di hidungnya. Kucolek dengan
jari lalu kumasukkan ke mulutnya. Ia mengisap sambil memejamkan matanya menikmati rasa
spermaku. Ia lalu mencolek eskrim yang tersisa di kotak tadi yang kini mulai cair.

"Mau coba es krim strawberry sama Vanila...?, katanya dengan senyuman nakal. Rupanya
spermaku itu yang dari tadi dimaksudkannya dengan Vanila...

Eskrim di jarinya itu lalu dimasukkan ke mulutnya, dan dengan bibir yang masih
belepotan sperma, ia menciumku. Melumat bibirku sepuas-puasnya. Sisa eskrim di mulut
Sinta yang sudah bercampur ludah dan spermaku sendiri lalu berpindah ke mulutku.
Jangan tanya rasanya. Aku nggak akan ingat...

Sinta rebah di dadaku. Kedua tangannya memeluk erat tubuhku. Kuusap keningnya yang
berkeringat. Ia tersenyum manis. Manissss sekali....!! Inilah Sintaku. Suatu saat ia
bisa sangat agresif dan gila, tapi di saat lain, ia bisa menjadi Sinta yang manis dan
lembut... Kuusap rambut panjang yang menutupi mata indahnya. Tubuhku benar-benar
lemas...

"Awasss, tunggu giliranmu...!", aku berbisik di telinganya...

Sinta memelukku tambah erat.
Aku benar-benar jatuh cinta dengannya....

Jakarta semakin malam...
Kami berpelukan erat.
Di televisi Eric Martin menyanyikan lagu kesayangan kami berdua...

"I love the way you love me
Strong and wild, slow and easy
Heart and soul, so completely,
I love the way you love me..."


<...bersambung...>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar