Kamis, 13 Agustus 2009

Antara Aku, Lie Chun dan Hera (Part5)



Saat Lie Chun sudah mulai tenang dan menatap wajahku, kulihat mukanya
yang agak kemerahan karena habis menangis dengan mata masih berkaca-
kaca. Ia menatapku lama sekali dan agak dalam. Terus terang aku lama-
kelamaan menjadi jengah ditatap seperti itu. Agar suasana cair akupun
berusaha mengajaknya berbicara.

"Lie Chun, aku terus terang tidak mengerti atas apa yang baru saja
terjadi, dan aku meminta maaf kalau telah menyebabkan kamu menangis",
ujarku sambil menatapnya lembut.

"Ssstttt .... Kamu tidak salah Ndy, aku yang salah telah berharap
banyak dari kamu. Semestinya dari pertama aku menyadari tidak akan
mungkin bisa bersaing dengan Hera, karena kulihat tatapan matamu
kepadanya lebih dari sekedar teman biasa", ujar Lie Chun sambil menem-
pelkan jari telunjuknya ke bibirku.

Lalu tanpa ku sadari perlahan Lie Chun mengecup lembut bibirku. Menda-
pat perlakuan seperti itu aku awalnya hanya mendiamkan saja karena
kupikir kalau aku langsung melakukan penolakan suasana pasti akan
menjadi lebih buruk lagi. Namun kenyataannya Lie Chun justru seperti
mendapat angin segar, dan ia semakin menjadi-jadi dengan mulai melaku-
kan "French Kiss" dan mencium wajah serta leherku.

"Ohhh Handy, kalau aku tidak bisa memilikimu tolong berikan kepadaku
kesempatan malam ini saja. Tolong jangan kecewakan aku, aku sungguh
sangat mencintaimu", ujar Lie Chun dengan semakin gencar menciumi
diriku dan mulai membuka paksa pakaianku. Aku terus terang mulai
terdesak apalagi aku datang ke sana justru dengan misi damai bukannya
dengan maksud untuk melakukan perbuatan laknat. Aku berusaha mendorong
dirinya agar menjauhiku.
"Stop Lie Chun, tolong jangan paksa aku. Aku masih mencintai Hera.
Tolong jangan kau rusak hubungan kami berdua" ujarku sambil bangkit
dari ranjang dan menjauhinya.

"Handy, please .... Jangan begitu. Aku tidak bermaksud merusak hu-
bungan kalian berdua, tapi please berikan kepadaku kesempatan sekali
saja untuk bisa mencintaimu. Aku sungguh mencintaimu dan sulit bagiku
untuk melupakanmu. Tolonglah Han, sekali saja malam ini. Aku janji
tidak akan menceritakan apa yang terjadi malam ini kepada siapapun",
ujar Lie Chun sambil menatap dengan tatapan memelas ke arahku. Sebe-
tulnya Lie Chun tidaklah jelek, bahkan untuk ukuran amoy-amoy dari
Jakarta dia masih sangat cantik. Menurutku wajahnya lebih mirip perpa-
duan bintang film Hongkong dengan bintang film Jepang sehingga sangat-
lah menarik jika menatapku dengan wajah memelas begitu (tidak seperti
tatapan memelas amoy penghibur di daerah Lokasari he... he.... he....)
Mungkin seperti perpaduan Vivian Chow dengan Madoka Ozawa barangkali.
Namun tatapan memelas yang jelas-jelas dengan tujuan sex seperti ini
menurutku harus dihindari karena selain aku tidak yakin mampu bertahan
terhadap godaan yang ada, juga karena tidak sesuai dengan tujuanku
kemari. Oleh karena itu aku merapatkan tubuh ke arah pintu masuk
dengan tujuan untuk menghindari hal-hal tidak terduga.

Namun Lie Chun bukanlah tipe wanita yang mudah menyerah. Ia justru
menyeringai tajam dan menatapku dalam-dalam sambil berkata, "Handy,
kalau kamu tidak bersedia menemaniku malam ini aku akan berteriak
bahwa kamu mencoba memperkosaku, apalagi kamu ada di dalam kamarku
bukan?"

Sedikit Selingan:
Para pembaca pria, saya ingin sedikit memberikan nasehat. Kalau anda
dalam situasi seperti ini jangan lekas panik. Hadapi dengan tenang dan
gunakan logika untuk mematahkan serangan pembicaraan wanita semacam
ini. Percayalah jebakan model seperti ini sudah lama terjadi sejak
jaman Nabi Yusuf. Jadi berhati-hatilah, karena sekali anda menuruti
kemauannya anda akan sulit lolos dan akan menjadi korban wanita jenis
ini. Oke kita lanjut.

Terus terang aku agak panik dalam menghadapi serangan seperti ini.
Namun aku berusaha tetap tenang.
"Lie Chun, apakah kamu tega berbuat seperti itu? Kalau kamu memang
sungguh mencintaiku, kamu akan membiarkan ku pulang dan merestui
hubungan kami berdua. Bukankah cinta sejati adalah cinta yang mampu
memberikan kebahagiaan kepada orang yang dicintainya?" ujarku setengah
berfilsafat setengah memberikan nasehat.

"Persetan kamu Ndy!!!", ujar Lie Chun setengah berteriak, "Kamu jangan
munafik. Aku tahu kamu bukan lelaki alim. Kamu kira aku tidak tahu
lelaki macam apa kamu, berani-beraninya menasehatiku seperti itu!!!".
Sambil berkata begitu Lie Chun nekat membuka bajunya, dan ternyata di
balik kimono yang di kenakannya ia tidak mengenakan apa-apa lagi.
Terlihat jelas bentuk tubuhnya yang indah dengan kulitnya yang putih
susu khas wanita tionghoa.

Sejenak aku terlongo mendapat pemandangan indah dan gratis seperti
itu. Well harus ku akui naluriku sebagai lelaki tidak dapat dikelabui
bahwa aku sebenarnya agak terangsang juga, namun aku tetap bersikukuh
untuk tidak melakukan affair dengannya.

Lie Chun lalu dengan cepat mendekatiku dan menempelkan tubuhnya yang
wangi dan tanpa busana itu ke arahku.
"Handy sayang, tolonglah Han, aku ingin malam ini menjadi malam yang
terindah bagiku. Biarlah selanjutnya aku menderita dan merana karena
tidak bisa memilikimu, namun bahagiakanlah aku malam ini Han", ujar
Lie Chun sembari tubuhnya menempel di busanaku dan tangannya sibuk
bergerak mengelus-elus selangkanganku, tepatnya di atas permukaan
celana tempat batanganku tersimpan.

Terus terang logikaku mulai agak kacau. Nafasku pun mulai memburu.
Tapi aku berusaha tetap tenang walaupun mendapat serangan-serangan
semacam itu, walaupun harus diakui wangi rambut dan tubuh Lie Chun
mulai membutakan mata hatiku. Sembari tanganku kiriku mencari-cari
pegangan pintu agar dapat segera kabur tangan kananku sibuk menahan
tubuh Lie Chun yang semakin mendesakku ke pintu kamar.
"Lie Chun, tolong ... jangan Lie, aku khan pacar sahabatmu", ujarku
menenangkannya.

"Tidak Ndy, aku tidak peduli. Aku ingin malam ini bersama denganmu,
dan kamu jangan coba-coba kabur!" ancam Lie Chun sambil merangkul
leherku dan memepetkan tubuh kami berdua ke dinding pintu kamar.

Hal ini tentu saja menyulitkan diriku untuk segera kabur. Namun puji
syukur aku segera menemukan gagang pintu yang aku cari. Segera aku
putar dan aku langsung memutar badan sekaligus melepaskan diri dari
rangkulan Lie Chun. Namun ia masih sempat memegang bajuku. Untung
bagiku dan sial baginya karena pintu kamar yang di buka ke arah dalam
membentur jidatnya sampai ia mengaduh keras sehingga langkahnya terta-
han dan aku dapat segera kabur. Untuk menghindari hal-hal lebih parah
lagi, aku langsung loncat dari tengah tangga ke bawah setelah sebe-
lumnya melompati setiap dua anak tangga sekaligus. Untunglah ilmu bela
diri yang kupelajari dari salah seorang pimpinan agama di desa kela-
hiranku banyak membantu dalam situasi seperti ini sehingga aku dapat
mendarat di lantai bawah tanpa cidera. Begitupula di depan pintu depan
langsung aku buka dan segera kabur semberi menutupnya dengan agak
membanting, lalu sembari merapal ajian ringan tubuh aku melompat salto
melewati pagar depan dan mendarat tepat di samping kanan Mercy Sport
Brabus S73 CL600 milik pamanku. Seandainya ada yang melihat pasti aku
langsung diteriaki maling tanpa tanya terlebih dahulu, apalagi gayaku
melompat tadi mirip seperti ninja di film-film laga. Syukurlah malam
itu angin sangat kencang dan gerimis rintik-rintik di sertai halilin-
tar menyebabkan daerah sekitar lokasi tersebut sangat sepi. Tanpa
banyak cincong aku langsung memutar badan dan membuka alarm pintu dan
masuk ke dalam. Segera kunyalakan mesin dan langsung terdengar deruman
penuh tenaga akibat aku menggasnya agak dalam dan sembari diiringi
suara decitan panjang aku langsung ngebut melaju membelah malam.

Terus terang hatiku masih agak berdebar. Selain karena memang jantung
dan nafasku yang memang ngos-ngosan karena habis melakukan aktifitas
gila-gilaan seperti itu, juga karena aku sama sekali tidak menyangka
bahwa Lie Chun bisa segila itu. Aku lalu mencoba menyusun kronologi
jalan cerita yang tidak terlalu heboh agar sekiranya esok Hera meminta
kabar dariku ia tidak begitu syok mendengarnya. Lalu sambil memperlam-
bat laju kendaraan aku masuk ke arah tempat tinggal pamanku yang
terletak di pinggiran kota Bandung. Setiba di rumah pamanku aku segera
masuk kamar dan tidur sembari berharap semoga dapat melupakan peristi-
wa heboh yang baru saja terjadi. Untung saja beliau sudah tidur kalau
tidak aku harus menjelaskan kepergian ku "mengisi bensin" yang lumayan
lama itu.

Keesokan paginya aku bangun agak telat, mungkin karena masih syok.
Lalu aku segera mandi tanpa sarapan terlebih dahulu karena memang hari
sudah agak siang. Kupikir lebih baik makan di kampus saja tokh kalau
tidak ada dosen aku bisa makan pagi di kantin. Sampai di kampus, aku
segera masuk mengikuti kuliah Matematika IV yang merupakan salah satu
mata kuliah utama di Fakultas Arsitektur. Sambil mencatat segala jenis
teori matematika tersebut pikiranku melayang sejenak pada kejadian
semalam. Hmm.... apakah kejadian tersebut pantas ku ceritakan seleng-
kapnya pada Hera atau tidak, karena menurutku meskipun aku tidak
melakukan perbuatan apapun pada Lie Chun namun sedikit banyak itu bisa
membuat gadis seperti Hera mengalami syok. Akhirnya kuputuskan siang
nanti untuk menemui Hera sambil menceritakan garis besarnya saja
kupikir tokh sepanjang Hera tidak menanyakan detilnya ia pasti masih
bisa terima sikap Lie Chun.

Tak terasa dua setengah jam kuliah matematika yang menjemukan itu
berakhir juga. Akhirnya aku keluar sembari melihat keadaan sekitar
mencari keberadaan Hera yang kemarin sore telah berjanji untuk mene-
muiku. Karena sampai sekitar setengah jam belum ada juga akhirnya
kuputuskan untuk mencarinya di kantin utama kampusku. Namun anehnya di
sana sosok Hera tidak juga bisa kujumpai. Akhirnya aku memutuskan
untuk pergi ke perpustakaan untuk mencarinya karena Hera biasanya
sering pergi ke perpustakaan untuk mencari bahan kuliah ataupun seke-
dar meminjam novel-novel favoritnya. Nyaris lima belas menit aku
mencari keberadaan dirinya di dalam perpustakaan tersebut namun aneh-
nya aku tetap tidak berjumpa juga. Akhirnya aku keluar dari perpusta-
kaan dengan langkah gontai. Pikirku ada apa pula begitu sulit bagiku
untuk bertemu dengannya. Apakah karena tadi malam aku tidak segera
melaporkan misiku. Namun saat hendak keluar dari gerbang kampus aku
bertemu dengan Meme (Mei-Mei) salah seorang mahasiswi FISIP teman
kuliah Hera. Ketika kutanyakan pada Meme ia hanya menyatakan bahwa
tadi seusai kuliah Antropologi, Hera langsung pulang bersama dengan
Lie Chun, setelah saat keluar dari ruang kuliah ia ditemui oleh Lie
Chun. Tentu saja mendengar hal itu aku sangatlah keheranan.
"Koq bisa-bisanya hal itu terjadi dan mengapa pula ia mau pulang
bersama dengan perempuan binal itu?" pikirku.

Akhirnya kuputuskan untuk pergi menyusul ke kediaman Hera. Selain
untuk mengetahui apa sebenarnya yang tengah terjadi juga untuk menje-
laskan pada Hera mengenai peristiwa semalam. Setiba di tempat Hera
kulihat keadaan di luar sepi. Saat kupencet bel akhirnya keluar Surti
yang sehari-hari bekerja sebagai pembantu di rumah tantenya Hera.
"Ehh... Mas Handy, ayo masuk. Nak Hera ada di dalam tuh sama temannya.
Masuk aja Mas", ujarnya mempersilahkan diriku untuk masuk. Akhirnya
aku memutuskan untuk masuk ke dalam saja, karena tokh pembantu tante-
nya Hera mempersilahkan diriku untuk langsung saja ke dalam.

Setiba di dalam, aku tertegun saat menyaksikan Hera dan Lie Chun
sedang berbicara serius sambil .... astaga memegang sapu tanganku. Ya
Tuhan ternyata semalam sapu tanganku tertinggal saat menghapus air
mata Lie Chun. Betapa bodohnya aku. Bisa saja dengan benda itu ia
bercerita macam-macam. Dan apa yang kutakutkan ternyata benar-benar
terjadi, saat menyadari kedatanganku mereka berdua menatapku. Lie Chun
terlihat agak sedikit kaget namun yang membuat tubuhku sejenak terasa
dingin adalah tatapan Hera. Ya ia menatapku sangat tajam dan dingin
seolah menyimpan dendam padaku.

"Hera ... aku ....", belum selesai aku berkata-kata, Hera sudah menye-
la perkataanku sambil menatap tajam dan bersuara dingin.
"Handy, tidak kusangka engkau benar-benar lelaki bajingan, tega-tega-
nya kau berniat memperkosa sahabatku sendiri. Kau benar-benar lelaki
brengsek, mencoba membius temanku dengan sapu tanganmu ini. Kau kira
aku tidak tahu ini milik siapa?!!"
Terus terang aku terkejut. Namun aku mencoba membela diri.
"Dengar Hera, beri aku kesempatan untuk menjelaskan. Aku tidak mem-
bius...."
Belum pula aku selesai berbicara kembali Hera memutus perkataanku.
"Jangan berdusta Handy .... Cukup sudah aku kau bohongi, kau kira ini
bau apaan hah!!!" sambil berkata demikian Hera melempar sapu tanganku
ke wajahku. Sesaat tercium bau Khlorofom yang sangat keras pada sapu
tanganku. Astaga .... Darimana bau ini berasal? Seingatku semalam aku
tidak menaruh apa-apa pada sapu tangan itu lantas bagaimana bisa
begini, hmm.... pastilah ini perbuatan keji Lie Chun pikirku.
"Demi Tuhan, Hera, aku tidak menaruh apa-apa pada sapu tangan ini
lagipula aku ...."
"Sudah, aku tidak mau lagi mendengar apapun alasanmu, sebaiknya kau
segera pergi sebelum aku berteriak," nada suara Hera terdengar sangat
emosional saat mengusir diriku. Akhirnya aku melangkah pergi dengan
lemas namun sebelum aku memutar badan sempat kulihat tatapan dan
senyuman sinis dari Lie Chun dan terus terang aku agak ngeri melihat
sinar matanya yang terlihat sangat jahat itu. Namun aku berfikir untuk
mengalah karena tokh tidak ada gunanya berdebat dengan wanita, lebih
baik menunggu suasana cooling down dulu. (sorry loh ya buat yg
wanita).

Waktu : Pukul 14.30 Siang, sepeninggal diriku
Lokasi : Kediaman tantenya Hera

"Sudahlah Hera, tidak perlu menangis. Aku mengerti ini pertama kalinya
engkau pacaran lagi. Kadang kita bisa saja salah menilai orang apalagi
setelah lama tidak berpacaran," ujar Lie Chun sambil mengelus rambut
Hera yang menangis di pangkuannya.
"Tapi aku terus terang tidak menyangka ia bisa begitu. Sungguh aku
tidak mengira ia jahanam yang tega berbuat itu terhadap temanku sen-
diri, padahal dulu aku begitu kagum atas sikap coolnya dan
okhhhh...... aku benci sekali Lie ... benci.......," tangis Hera
semakin hebat.
"Udah dong Hera .... Masa nangis terus sih ... makanya dari dulu khan
aku bilang jangan pacaran sama cowo Tiko, kamu sih.... Khan masih
banyak Tenglang di Jakarta, masa sama Tiko gembel kayak githu kamu mau
aja sichhhh ....." Ujar Lie Chun sambil tangannya mengusap-usap pung-
gung dan rambut Hera. Akhirnya tangis Hera mulai mereda, "iya ya Lie,
barangkali aku sebaiknya nurut saja sama papaku, aku menyesal Lie
tertipu olehnya"
"Nahhh githu dong, udah deh nanti aku carikan cowo yang lain ya?" ujar
Lie Chun sambil memeluk Hera.

1 komentar:

  1. WWW.DEWASTREAMING.COM
    DEWASTREAMING.COM
    DEWASTREAMING.COM NONTON FILM TERBARU RELESE 2016

    >>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

    BalasHapus