Kamis, 13 Agustus 2009

Antara Aku, Lie Chun dan Hera (part3)



Sepulang dari acara kemping tersebut kurang lebih seminggu kemudian
kami kembali disibukkan oleh kegiatan rutin di kampus dari mulai
perkuliahan yang menjemukan hingga kegiatan senat, namun yang
menggembirakan hatiku adalah kenyataan bahwa aku berhasil mendapatkan
Hera, bidadari kampus ku yang terkenal dengan pesona orientalnya yang
khas. Terus terang sesudah kami resmi sebagai sepasang kekasih hari-
hari ku terasa sangat berbeda, terutama kegairahan ku untuk berangkat
ke kampus dan mengikuti acara perkuliahan jauh lebih termotivasi
utamanya karena dorongan untuk segera bertemu dengan Hera dan berduaan
dengannya. Terus terang kesannya mungkin jadi agak norak karena jadi
kayak ABG yang baru pacaran saja, tapi memang begitulah yang kualami
dan kurasakan sendiri.

Namun rupanya kemesraan kami berdua bukan saja menimbulkan kesirikan
di sebagian besar cowo-cowo di kampus kami namun juga para wanitanya.
Bahkan Lie Chun pun terang-terangan secara demonstratif menunjukkan
sikap cemburunya terhadap Hera dengan tidak mau lagi pergi bersama
dengannya. Untungnya Hera adalah tipe wanita yang tidak terlalu ambil
perduli dengan itu semua jadi sikapnya biasa saja menghadapi perubahan
sifat Lie Chun. Hal ini semakin menambah rasa geer dalam hatiku. Namun
aku sedikit khawatir, takut-takut Lie Chun malah menjadi membenci
diriku dan akan berdampak buruk bagi semangat belajarnya. Maklumlah
namanya juga cewe perantauan, kalau sampai kenapa-kenapa bisa-bisa aku
dituduh membuat prestasinya jeblok.

Untuk itu aku segera mengambil inisiatif untuk menyapa Lie Chun
terlebih dahulu. Kupikir tidak ada salahnya bersikap ramah. Bukankah
wanita umumnya lebih bisa menerima penolakan yang bersifat halus (oh
iya salah seorang sahabat baik ku / wanita chinese tentunya, pernah
berkata bahwa wanita memang tidak bisa menerima penolakan cinta
apalagi yang blak-blakan). Jadi kalau ada di antara kalian yang
kebetulan ditaksir cewe and kebetulan nggak mood ya harap hati-hati
aja nolaknya jangan sampai si cewe sakit hati, karena kabarnya yang
suka nyantet karena sakit hati lebih banyak cewe daripada cowo (ini
data statistik tidak resmi loh he... he... he...).

Untuk itu seusai jam kuliah MKDU Kewiraan, aku sengaja menunggu Lie
Chun bergegas pulang melewati deretan bangkuku. Hal ini tentu saja
karena aku kebetulan memang satu kelas dengan Lie Chun untuk mata
kuliah MKDU. Ketika ia melewati diriku aku yang memang sengaja belum
beranjak berdiri segera memasang tampang seramah mungkin dan
menyapanya. Namun Lie Chun bersikap seolah tidak melihat kehadiranku
dan bergegas berlalu dengan sikap secuek mungkin. Terus terang aku
agak kesal juga. Kupikir ini anak belagu amat sih, apa lantaran anak
orang kaya jadi sifatnya manja dan sombong begini? Tapi tentu saja aku
tidak menyerah begitu saja. Bukan karena ada maksud tapi memang semata
ingin berusaha mencairkan suasana perang dingin yang mengkristal di
antara kami bertiga. Lagipula apa enaknya bermusuhan. Bukankah siapa
tahu suatu saat bisa saja aku membutuhkan bantuannya?

Untuk itulah aku segera bergegas bangkit berdiri dan berjalan agak
cepat untuk memburu Lie Chun agar jangan sampai ia keluar dari gerbang
kampus. Lagipula kebetulan hari itu Hera tidak masuk kampus karena
memang sedang tidak ada kuliah. Jadi kupikir aku tidak perlu terlalu
khawatir akan ada kecurigaan macam-macam darinya. Tahu merasa dirinya
di buntuti Lie Chun malah semakin mempercepat langkahnya dan setengah
berlari langsung naik ke angkot yang kebetulan melintas di depan
gerbang kampus kami. Terus terang aku agak gondok, tapi biarlah buat
apa siapa tahu ia memang butuh waktu untuk cooling down. Jadi aku
membiarkan angkot itu berangkat disertai debu yang terbawa oleh angin.
Aku kembali masuk ke dalam kampus. Kebetulan memang sedang ada rapat
senat yang akan di gelar sejam lagi. Jadi aku mengambil kesempatan
jeda waktu satu jam itu untuk beristirahat sambil makan di kantin.

Seusai rapat senat kurang lebih menjelang jam lima sore, aku bergegas
ikut naik motor Bram sahabatku (nanti akan ada kisah mengenai
dirinya). Kebetulan pacar Bram sudah pulang duluan karena ada acara
bersama teman-temannya jadi aku bisa ikutan nebeng. Sembari duduk di
atas motor Bram yang melaju perlahan, ia sedikit menginterogasiku
dengan berbagai pertanyaan yang intinya mempertanyakan sifat Lie Chun
yang terlihat aneh saat berhadapan denganku di kelas saat kuliah pagi
tadi. Terus terang aku mengatakan tidak tahu karena memang aku tidak
merasa punya masalah dengannya. Untungnya Bram bukan tipe biang gosip
jadi pembicaraan pun beralih ke topik lainnya antara lain ke masalah
hubungan antara aku dengan Hera dan seputar dunia senat.

Sesampai di rumah aku segera masuk ke kamar mandi dan membasuh muka
yang terasa sangat kotor dan lengket terutama karena tadi bersama
dengan Bram aku kebagian helm yang tidak ada kaca penutupnya (helm
chips) seperti yang dipakai polantas. Jadi maklum aja kalau keringat
bercampur debu di jalan harus segera dibasuh bersih kalau tidak bisa
tambah hancur aja penampilanku terkena jerawat akibat debu dan kotoran
yang menyumbat pori-pori muka. Selagi asyik membasuh wajah mendadak
telfon dari ruang tengah berdering. Sambil agak sedikit mengomel aku
berjalan menghampiri masih dengan waslap (lap pembersih utk mandi) di
tangan aku mengangkat gagang telfon.
"Ya hallo, selamat sore," ujarku.
"Sore, maaf bisa bicara dengan Handy, Mas?" ujar suara lembut dan
empuk yang tidak asing lagi di telingaku.
"Ya saya sendiri," ujarku dengan nada riang karena mengetahui Hera
menelefonku.
"Ohhh ... ini kamu ya And? Tumben koq suaranya agak lain?"
"Iya nih Ra ... abis sambil bersihin muka sih," ujarku.
"Ohhh sorry baru pulang ya. Gini And, tadi siang si Lie Chun nelfon.
Dia bilang kamu ngikutin dia pulang ya, katanya dia takut sekali.
Sepertinya kamu hendak berbuat sesuatu kepadanya. Katanya dia sampai
berlari melompat ke dalam angkot yang sedang melaju?".
Nah loh apa-apaan lagi nih ... Skenario macam apa yang tengah di garap
oleh Lie Chun pikirku. Wah jangan-jangan dia bermaksud membuat
hubunganku dengan Hera bubar pikirku.

"Hah? Memangnya dia ngomong begitu ya Ra?" ujarku dengan agak jengkel,
namun tak urung aku agak khawatir juga takut-takut Hera sampai percaya
dengan omongan Lie Chun. Maklumlah hubunganku dengan Hera belum lama
masih terhitung baru sedangkan Hera dan Lie Chun telah kenal lumayan
lama semenjak di bangku SMP sih kalau tidak salah.
"Iya sih, maka dari itu aku nelfon ke kamu, soalnya aku tidak percaya.
Lagipula buat apa kamu ngejar-ngejar dia iya nggak? Lagian dia khan
tidak ikut aktif di senat jadi ada keperluan apa kamu ngejar dia.
Begitu pikiranku Ndy. Jadi aku konfirm ke kamu takutnya kamu tidak
tahu omongan apa yang terjadi di belakang," ujar Hera.
"Syukurlah Tuhan, Hera tidak terpengaruh," ucapku dalam hati. Puji
syukur juga punya pacar yang baik dan pengertian seperti Hera ini
yach; mana cantik and sexy lagi. Wah kupikir tak akan kulepas deh,
semoga jadi istri nantinya harapku dalam hati.

"Ra, aku juga terus terang tidak mengerti kenapa dia ngomong begitu
sama kamu. Terus terang tadi di kelas aku cuman menyapanya dan kulihat
ia malah menghindar dan bergegas pergi. Kupikir ada masalah apa. Tapi
waktu kudekati ia malah semakin cepat melangkah dan malah sampai
separuh berlari. Terus terang aku nggak enak ia bersikap demikian.
Kamu kan sendiri tahu sikap dia belakangan terhadap kita bagaimana.
Jadi aku menegur dia ya untuk mengetahui duduk permasalahannya,"
ujarku berusaha meyakinkan Hera.
"Iya sih. Maka dari itu aku nelfon kamu salah satunya juga untuk minta
tolong agar kamu berusaha meluruskan masalah ini. Soalnya aku jadi
nggak enak masa hanya karena kita jadian sampai harus kehilangan teman
lama. Tolong deh kamu ke kostnya kalau sempat. Oke deh aku mau mandi
dulu ya, bye Andy", ujar Hera mengakhiri topik pembicaraan, lalu
setelah saling mengecup mesra lewat telfon kami pun segera mengakhiri
pembicaraan.

Akhirnya sore itu setelah beristirahat sejenak dan seusai mandi sore
akupun berangkat ke tempat kost Lie Chun selepas magrib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar